Kisah
Sebelumnya
Kisah Seram Nyata Perkemahan Tambang Emas Ojolali (Bagian 2)
Kisah Seram Nyata Perkemahan Tambang Emas Ojolali (Bagian 3)
Kisah Seram Nyata Perkemahan Tambang Emas Ojolali (Bagian 3)
Aku
dan reguku langsung mendirikan tenda di lokasi tersebut. Butuh sekitar satu jam
untuk mendirikan tenda yang kokoh untuk ditempati. Setelah sebagian besar tenda
dari sekolah kami selesai didirikan, rombongan sekolah dari sekolah A kasui dan
Sekolah B Baradatu datang. Seperti kami, mereka juga mendirikan tenda tetapi
spot mereka agak ke timur sedang sekolah kita di sebelah barat.
Bunyi
peluit panjang terdengar. Seluruh regu dari semua sekolah berkumpul kearah sumber
bunyi. Setelah semua murid berkumpul dan berbaris di sebuah area kosong di
dekat landasan helicopter, Pak Iman pun datang memberi arahan dan juga susunan
acara pada hari Jumat, Sabtu, dan Minggu. Dan untuk hari ini, kegiatan
kepramukaan akan diadakan pada malam hari, jadi pada hari itu, kami dibebaskan
melakukan kegiatan lain sampai maghrib. Aku pun bersama nata, wahyu dan
beberapa murid laki-laki dari regu lain memutuskan untuk berjalan-jalan melihat
bangunan yang telah dihancurkan tersebut. Kamipun berjalan ke sebelah timur dan
melewati jalanan menurun. Saat kami sedang berjalan, kami melihat sekumpulan
siswi sekolah kami sedang mengitari sebuah sumur. Kami pun memutuskan untuk
melihatnya.
“Ada
apa yu” tanya Nata kepada seorang siswi, sebut saja namanya Ayu.
“Ini
lagi nimba air buat masak” kata Ayu
Disamping
sumur tersebut ada seorang Bapak yang berusia setengah baya yang sibuk dengan
parang dan bamboo. Saya rasa dia pemilik sumur tersebut. Melihat bapak
tersebut, timbullah rasa penasaranku tentang bangunan yang di hancurkan
tersebut. Aku pun memberanikan menyapanya.
“Permisi
Pak” kata ku sambil tersenyum “Pak, saya mau nanya di sini kok banyak bangunan
yang rusak seperti dihancurkan secara sengaja ya pak. Kira kira kenapa ya pak?”
Tanya ku panjang lebar.
“Yah
bagaimana lagi, Orang ini punya warga” kata bapak tersebut singkat sambil
tangannya mengacungkan kearah banguanan banguan yang tampak runtuh tersebut.
Aku
sebenarnya bingung dengan jawaban singkat tersebut. Ingin rasanya aku bertanya
lebih lanjut, tetapi panggilan temanku mengurungkan niatku tersebut.
“Mam,
yok ke bawah nyari tempat mandi” kata Nata memanggilku.
Aku
pun menengok ke arah Nata dan dia bersama temanku yang lainnya telah berjalan menjauh
ke arah utara. Saat aku melihat bapak tadi, aku melihat dia menatap kami. Aku
tak dapat mengartikan tatapan kosong tersebut.
“Mau
kemana ni? Tanyaku kepada temanku
“Nyari
tempat mandi di bawah, siapa tau ada belik (belik adalah sumur kecil berukuran
satu meter yang di dalamnya terdapat mata air)
Kami
pun melewati jalanan menurun, suasana cukup rindang di jalanan tersebut karena
ditumbuhi pohon berdaun lebat seperti Jati, dan Mahoni. Kamipun semakin turun kearah
bawah, hingga tak Nampak lagi tenda-tenda di bagian atas. Ketika kami sedang
berjalan sambil memerhatikan sekitar mencari tempat sekitar, tiba-tiba
terdengar panggilan.
“Mas,
mau ngapain? Mau mandi ya”
Kamipun
menengok kea rah sumber suara tersebut. Kami melihat dua orang pria berumur
separuh baya dan remaja sedang berjalan dari arah atas, kemudian mereka menghampiri
kami.
“Ia
mas” jawab Wahyu
“Sini,
kalo mau mandi kesini saja” ajak pria tersebut dan mereka pun mengajak kami
turun semakin ke bawah. Sekilas aku perhatikan mereka seperti pekerja penggali
emas, karena baju yang mereka kenakan kotor dan berwarna kecoklatan layaknya
kotor karena terkena tanah.
Kamipun
kemudian mengikuti langakah kedua pria tersebut. Tiba-tiba langkah mereka
terhenti di rumpun bambu. Mereka pun menunjukan kepada kita sebuah tempat yang
berbentuk persegi panjang dengan panjang dengan air yang menggenag di dalamnya.
Di pojok bawah kolam tersebut terdapat alat seperti alat penyaring emas yang
terlihat berkarat. Kedua pria tersebut pun menceburkan dirinnya ke kolam renang
tersebut tanpa membuka baju maupun celana panjang yang mereka kenakan. Kemudian
tanpa diberi komando lebih lanjut, kami pun ikut menceburkan diri setelah
membuka baju kita masing-masing. Kita pun mandi dan bermain lempar-lamparan
lumpur. Tiba-tiba teman kami yang berasal dari regu lain, sebut saja Raka
berteriak
“Woi,
mas-masnya tadi mana, kita pulang yok, udah sore nih”
“Iya
ya , mana ya, tadikan ikut mandi, kok sekarang ga ada padahal kita ga liat dia keluar dari kolam” timpal Wahyu
Kami
pun berpandangan sejenak, dan tiba-tiba Raka terika histeris
“woi
ayo pulang woi. Udah mau maghrib nih. Jangan-jangan yang tadi bukan manusia.
Aku
pun baru sadar kalo kolam tersebut tepat berada di bawah rimbunan bambu. Aku
semakin ngeri. Aku segera berlari untuk keluar dari kolam tersebut. Langkah
kakiku terasa berat karena lumpur yang berada di kolam tersebut. Setelah keluar
dari kolam kamipun langsung lari terbirit-birit. Setelah merasa jauh dari kolam
tersebut, kami pun menghentikan lari kami dan melangkah seperti biasa.
“Woi
jalan ke tenda lewat mana ni” tanyaku
Kami
langsung melihat sekitar, semuannya pohon. Kami telah jauh ke bawah.
“Sini,
lewat sini” Kata Danu, teman kami yang juga tidak satu regu dengan ku. Danu pun
mengikuti jalan setapak yang membawa kita naik ke atas. Setelah beberapa menit,
akmi melihat ujung tenda kami, kami pun merasa lega.
Tina-tiba………..
“Pstttt,
liatin tuh” kata Wahyu sambil tangannya menunjuk kea rah depan.
Kami
pun langsung membeliakan mata. Kami liat rombongan siswi sekolah kami sedang
mandi di sebuah belik dekat dengan sumur yang saya ceritakan tadi. Kamipun
langsung cekikikan kegiragan. Mungkin karena cekikikan kami yang terlalu keras,
tiba tiba salah satu siswi tersebut menoleh dan melihat kami.
“Eh,
kurang ajar, nagapin ihhhh, ngintip ya” teriak siswi tersebut sambil
mengatupkan dua tangannya ke bagian dada. Sisiwi tersebut amndi dengan
menggunakan baju tipis dan tidak ada yang telanjang, Hehehe.
Kamipun
tidak mengindahkan terikan dan makian sisiwi tersebut, Kamipun langsung ke naik
keatas dan memasuki tenda kami masing-masing. Rasa ketakutan yang sempat
mencekam di kolam tadi, berangsur menghilang, seiring dengan menghilangnya
sinar matahari di ufuk barat.
Maghrib
menjelang. Tiba-tiba di setiap tenda terdengar teriakan Pembina pramuka
menyuruh setiap anggota di tenda untuk melakukan apel tenda. Setiap tenda
mendapatkan gilirannya. Seorang guru berdiri di depan tenda kami. Tanpa diberi
komando, kamipun langsung keluar dan menyiapkan barisan. Aku sebagai ketua regu
pun langsung malkukan laporan.
“Laporan
kami dari regu (aku lupa regu keberapa) berjumlah 6 orang dan 1 orang sedang
sakit. Salah satu teman kami di dalam tenda memang sedang sakit. Ayahnya yang
juga seorang guru pun menjenguknya. Belum sempurna apel tenda kami, tiba-tiba
terdengar teriakan dari arah barat. Tepatnya dari arah tenda putri sekolah A
Kasui. Kami pun langsung berhamburan ke sana.
Benar
saja, salah seorang putri dari sekolah tersebut sedang mengelepar-gelepar
kesurupan. Teman-temannya dan juga guru Pembina memeganngi kedua kaki dan
tangannya. Mata sisiwi tersebut melotot kepada kami yang mengerubunginya.
“Siapa
kalian” teriak siswi tersebut denga suara berat
“Aku
tidak mau kalian ganggu temaptku” lanjut siswi tersebut “Aku tak mau kejadian
kuarang ajar terjadi di temapt ini. Seperti tadi di bawah”
Deg……..Kejadian
kuarang ajar di bawah. Tiba-tiba aku teringat kejadian kami memergoki siswi
sekolah kami mandi. Aku pun berkutat dengan pikiranku ketika siswi kesurupan
tersebut berceloteh dengan suara beratnya.
“Kiss
me…please kis me” Siswi tersebut tiba-tiab berbicara dengan Bahasa Inggris.
Spontan, kami pun langsung tertawa mendengar celotahn yang kami anggap lucu
itu. Tiba-tiba siswi tersebut lemas dan tertidur, setelah seorang guru yang “pintar”
mengobatinya dengan menekan ibu jari kakinya.
Tak
selang lama setelah sisiwi tersebut tertidur dari kesurupannya, suara terikan
kembali terdengar suara teriakan. Tetapi, kali ini suara teriakan tersebut
berasal dari suara teriakan seorang siswa. Kamipun langsung menghampirinya.
Seorang siswa yang juga berasal dari Sekolah A Kasui sedang kesurupan. Tapi
kali ini sepertinya dia masih bisa mengendalikan diri. Dia berteriak
“Ga
mau ga mau” sambil tangannya menunjuk nunjuk ke arah timur. Kearah jalan yang
kita lalui saat naik tadi.
“Gedung
Biru, Gedung Biru” teriak dia sambil menangis
Guru
yang “pintar” tadipun membisikan sesuatu di telinga siswa tadi dan siswa tadi
mengikuti biikan tersebut. Selang beberapa menit, siswa tersebut langsung
lemas, tidak pingsan, siswa tersebut langsung duduk. Sang guru pun langsung
bertanya
“Ada
apa tadi?” tanyanya
“Aku
dipaksa sama orang Belanda buat ikut dia” Kata siswa tadi dengan suara lirih
“Diajak
kemana” tanya sang guru lebih lanjut
Dengan
singkat siswa tersebut menjawab “Gedung Biru”
Apakah
Gedung Biru yang dimaksud siswa tersebut, jawabannya ada di postingan cerita
seram selanjutnya. Stay Tune and Keep reading. Jangan lupa like fanspage ya.
……………………………………..BERSAMBUNG…………………………………………………..
Mam bikin penasaran cerita selanjutnya apa?,heee
ReplyDeleteudah ada ning di bagian ke lima...kisah selanjutnya
ReplyDelete