Kisah Sebelumnya
Kisah Seram Nyata Perkemahan Tambang Emas Ojolali (Bagian 1)
Kisah Seram Nyata Perkemahan Tambang Emas Ojolali (Bagian 1)
Pembagian
Kelompok telah selesai dilakukan oleh masing-masing guru yang datang ke kelas.
Aku sendiri mendapatkan 4 orang lelaki dalam kelompokku. Dua diantaranya berasal
dari kelas sepuluh A dan dua diantaranya lagi dari kelas sepuluh B. Teman ku
yang berasal dari kelas sepuluh A adalah Dwiki dan Edu dan temanku yang berasal
dari kelas sepuluh B adalah Nata dan Wahyu.
Sepulang
sekolah, kami pun berkumpul di kantin sebelah sekolah. Yah kantin satu-satunya
yang dekat dengan sekolah yang mana menu andalan kantin ini adalah mi-goreng
bakwan dengan saus tomat sebanyak-banyaknya. Di kantin itu kami berunding tentang
pembagian peralatan yang akan dibawa. Perudingan pembagian alat perkemahan
tidak berlangsung alot layaknya perundingan yang terjadi di gedung MPR di
Senayan. Hanya membutuhkan waktu 15 menit dan mi goreng ekstra sambel saus
tomat sebanyak satu mangkok maka semua anggota regu telah mengetahu apa yang
harus dibawa masing-masing nanti pada hari Jumat. Dan akupun kebagian membawa
Ember, tali tambang, kain terpal, dan tikar. Terpal? Yah terpal, terpal itu
nantinya akan kami gunakan sebagai tenda. Kami memang bukan generasi pramuka
cengeng yang tenda pun sudah disiapakan dan langsung jadi. Hehe. No offense.
Sehari
sebelum keberangkatan ke Ojolali, tepatnya pada hari kamis siang. Sepulang dari
sekolah, aku bersama Wahyu yang notabene adalah sepupuku, menaiki motor dan
melaju ke rumah salah seorang teman untuk mencari bamboo yang akan kita gunakan
sebagai pancang tenda kami nanti. Kami memacu kendaraan dari rumah sekitar
pukul 14.30 WIB dan sampai di rumah salah satu temanku pada pukul 14.45 WIB.
Sesampainya di sana, temanku sudah sibuk dengan bamboo dan parangnya. Dia telah
membuat pancang untuk tendanya. Aku dan Wahyu pun meminjam parang dan mencari bambu
sendiri. Cukup sulit karena harus berhadapan dengan rambu bambu berwarna hitam
dan tajam yang didaerah ku sering di sebut dengan “lugut.”
Satu
batang bambu telah berhasil kami dapatkan. Kami-pun memerkirakan panjang bambu
tesebut yang akan kami gunakann sebagai pancang tenda. Setelah berhasil
memerkirakan, kamipun memotongnya. Satu pancang siap digunakan telah kami buat,
kamipun mencari bambu lagi. Setelah semua bambu kami dapatkan, kami pun
mengubungi teman ami melalu handphone untuk datang. Nata dan Edu pun datang
dengan membawa motor nata. Kami-pun langsung menuju sekolah dan memeletakan bambu
tersebut di sebelah bangunan kantor guru. Dwiki telah menanti di sana, bersama
dengan parang dan batang kayu berukuran 20 sentimeter yang telah runcing
ujungnya. Batang kayu ini nantinya akan digunakan sebagai penguat dan tambatan
tali yang akan digunakan untuk mendirikan tenda.
Desiran
lembut angin sore dan hangatnya sinar matahari keemasan menyapa para siswa dan
siswi yang berada disekolah. Satu persatu sisawa dan siswi mulai pulang
kerumahnya dan mempersiapakan segala sesuatunya untuk besok. Aku dan Wahyu-pun
juga pulang kerumah kami masing-masing setelah tidak ada lagi yang berada di
sekolah. Yah setidaknyanya itulah yang kami tahu. Tidak ada lagi yang di
sekolah. Kami juga tidak tahu, mungkin di balik jendela kelas sebelas yang
terletak di ujung sekolah dan dekat dengan kamar mandi siswa yang tak terpakai
ada sesosok yang sedang memerhatikan kami pulang. Mungkin, yah itu mungkin.
………………………………………BERSAMBUNG…………………………………………….
Comments
Post a Comment