Skip to main content

Pisang Misterius

*Cerita ini ditulis berdasarkan pengalaman teman penulis yang ia alami ketika kecil.
“Mak gatel mak” teriakku sambil menggaruk garuk kaki ku yang mulai berair karena garukanku. Ibu ku yang sedang memasak di dapur pun dengan tergopoh-gopoh berlari ke arahku. “Solet” (alat memasak yang digunakan untuk menggoreng)  kecil masih berada di tangannya.



Kebun cerita cerita rakyat cerita daerah folklore kisah rakyat cerita rakyat tradisional kisah seram nyata cerita seram belajar bahasa inggris

“Aduh ojo dikukur le” (Aduh jangan digaruk nak) kata ibuku sambil menyingkirkan tanganku yang sekarang penuh dengan air yang keluar dari penyakit kulit yang sudah ku derita selama beberapa tahun ini.

“Gatel tenan mak” isak ku sambil memandang ke arah ibuku
“Yowes, kita tunggu bapak aja ya, besok kita berangkat ke puskesmas” kata ibuku sambil membopong tubuh kecilku ke dapur “Kakinya direndem air anget dulu ya biar ga gatel” lanjutnya lagi sambil meraih sebuah ember kecil berwarna hitam. Aku pun hanya mengangguk pelan sambil merasakan gatal yang teramat sangat. 

“Mak salepnya mana?” tanyaku 

“Salepnya habis le” kata ibuku sambil menuang air panas dari ketel yang sedang mendidih di atas tungku. Uap air panas terlihat membumbung di udara tertiup angin yang masuk melalui pintu dapur yang terbuka. Kali ini ibuku mengambil botol kecil bekas kemasan air mineral, yang telah diisi garam di dalamnya. Ibuku pun mengambil garam dan memasukannya ke dalam ember tersebut dan menuangkan beberapa gayung air dingin kedalamnya.

“Udah masukin dulu kakinya di sini.” Kata ibuku sambil membenarkan posisi dudukku agar aku bisa dengan mudah merendam kaki. Setelahnya, ibuku melanjutkan aktivitas memasaknya. Setelah aku rendam kakiku ke ember tersebut, rasagatal di kakiku mulai hilang.

Malam pun tiba. Deru mobil memasuki halaman rumah yang menandakan bahwa ayahku sudah tiba. Ayahku adalah mandor sebuah perkebunan teh di tempat ku tinggal. Agar memudahkan pekerjaannya, ayahku membeli sebuah mobil pick up bak terbuka yang selalu ia gunakan untuk bekerja di perkebunan teh yang jaraknya lumayah jauh dari rumah dan juga untuk pergi ke pasar yang jarak sangatlah jauh. Di pasar inilah nanti ibuku akan mengajakku ke puskesmas. Puskesmas hanya ada satu di daerahku dan itu terletak di pasar tersebut.

Ayah dan ibuku terlibat pembicaraan kecil saat makan malam. Dan pembicaraan tersebut aku tahu bahwa orangtuaku akan berangkat ke pasar besok dini hari dan setelahnya akan membawaku ke puskesmas. Mereka berangkat dini hari dengan perhitungan mereka akan sampai di pasar pagi hari dan pasar belum bubar. Wajar saja, jarak tempuh antar perkebunan teh ke pasar mencapai 3 jam dengan kecepatan mobil sedang.

Pagi hari, ibuku membangunkan ku dan menyuruhku mencuci muka. Ayah ku sudah memanaskan mesin mobil. Beberapa menit kemudian, kami pun siap. Ibuku meletakanku di antara ia dan ayahku di kursi depan. Udara masih sangat dingin, jam menunjukan pukul 3 pagi, aku memakai jaket tebal dan begitupula ayah dan ibuku.

Ayah ku pun mulai mengendarai mobilnya. Jalanan masih sangat sepi dan gelap. Ayah ku mengendarai mobil melewati perkebunan teh yang biasa ia datangi. Suhu dingin udara pagi menusuk tulang ku, mata ku tiba-tiba terasa berat dan aku pun tertidur di pangkuan ibuku.

Entah berapa lama aku tertidur ketika tiba-tiba aku terbangun karena ayahku mendadak mengerem mobilnya. Aku yang terkejut pun langsung membuka mata, keadaan sekitar masih gelap. Di depan, melalui sinar lampu mobil yang berwarna kuning terang, aku melihat sosok wanita paruh baya dengan baju kebaya, tudung di kepalanya, dan pisang di punggungnya melambaikan tangannya memberhentikan mobil kami. Wanita tersebut pun mendekati mobil kami, ibu ku membuka kaca mobil di sampingnya.

“Nyuwun sewu bu, kulo jeng teng pasar, saget numpang mobil e mboten?” (Permisi bu, saya mau kepasar boleh numpang nggak?” Tanya wanita tersebut dalam Bahasa Jawa.
“Oh, ngih ngih. Tapi numpang di belakang ya bu, maaf.” Kata ibuku
“Oh nggak apa-apa bu. Terimakasih banyak bu” kata wanita tersebut.

Mobil pun melaju kembali. Aku menanyakan kepada ibuku siapa perempuan yang menumpang di belakang. Ibu ku hanya berkata kalau dia hanya perempuan desa sekitar yang menumpang ke pasar untuk menjual hasil kebun. Aku pun terdiam, tidak terpikirkan oleh ku saat itu mengapa ada wanita pada dini hari yang gelap pergi ke kebun untuk mengambil hasil kebun dan menjualnya ke pasar. Kalau pun ada, ia pasti sudah ditemani oleh suami atau saudaranya.
Mobil pun memasuki jalanan desa. Jalanan desa yang berbatu tanpa aspal membuat jalan mobil bergelombang. Merasa tidak enak, ibuku berteriak ke pada perempuan yang menumpang di belakang.

“Amit nggih bu, jalanannya jelek. Pegangan yang erat” teriak ibu ku
Tak ku dengar balasan atas perminta-maafan ibuku atas keadaan ini. Atau mungkin aku yang tidak mendengarnya. Keadaan di sekitar mulai terang. Langit mulai terlihat dan mobil kami mulai memasuki jalanan desa yang ramai. Tak berapa lama kemudian kita memasuki jalan pasar. Ayah ku memarkirkan mobil di tempat ia biasa jika ia pergi ke pasar. Kami pun turun. Ibu ku mendahului pergi ke belakang untuk menemui perempuan yang menumpang tadi. Aku dan ayahku mengikutinya.

Betapa terkejutnya kami, saat kami ke belakang, perempuan tersebut sudah tidak ada. Yang ada hanyalah setandan pisang yang beberapa buahnya sudah menguning. Ayah ku memandang ibuku keheran, dan sebaliknya. Aku pun menanyakan kemana perginya wanita tersebut ke pada ibuku. Ibu ku dengan enteng menjawab

“Mungkin udah turun duluan tadi le”
“Atau jatuh tadi di jalan desa yang bergelombang” timpal ayah ku sambil terkekeh.
Ayah ku pun pergi menyelesaikan urusannya di pasar. Aku ikut dengan ibuku belanja keperluan sehari-hari dan setelahnya pergi ke puskesmas untuk mengobati penyakit kulit ku. Sekitar pukul 8 kami bersiap-siap pulang dari pasar.

Kami melewati jalanan yang sama. Pertama-tama kita memasuki jalanan desa yang dekat dengan pasar tersebut kemudian setelahnya, kami memasuki jalanan dimana kita bertemu dengan perempuan yang menumpang dini hari tadi. Keadaan sekitar terlihat indah jika hari terang, pohon di kanan kiri, dan beberapa kebun pisang terlihat hijau. Saat aku sedang melihat sekeliling, tiba-tiba kami dikejutkan dengan gerombolan orang yang berdiri di pinggir jalan. Kanan kiri jalan adalah tanah yang curam. Ayah ku pun berhenti, dan turun untuk menanyakan apa yang terjadi. Ibuku pun menggendongku dan membuntuti ayahku.

“Ono opo kang” Tanya ayah ku.
“Itu kang, ada yang bunuh diri di bawah sana. Sekarang mayatnya masih diambil
“Astaghfirullah!” gumam ayah ku “Siapa kang? Pria? Anak Remaja?”
“Orang desa deket pasar kang. Wanita kang, ibu -bu setengah baya”

Aku dan orangtuaku pun menunggu di pinggir jalan. Ayah ku tiba-tiba sangat ingin mengetahui siapa wanita yang bunuh diri tersebut. Saat rombongan pria berhasil membawa mayat wanita tersebut, aku berusaha untuk melihatnya. Dan tiba-tiba…

“deg!” Aku tiba-tiba saja ketakutan. Aku memang masih kecil saat itu, tapi bukan berarti aku tidak bisa mengingat wajah seseorang. Wajah mayat wanita yang sedang diangkat tersebut sama dengan wajah perempuan yang memberhentikan mobil kami dini hari tadi sendirian. Pakaian yang dikenakan mayat tersebut pun sama dengan pakaian perempuan yang menumpang mobil kami dini hari tadi. 

Aku melihat ayah dan ibu ku. Mereka pun sama terkejutnya dengan ku. Ayah ku pun langsung menarik ibu ku untuk memasuki mobil. Dan di sepanjang perjalanan, kami tidak berbicara sedikit pun. Kami sibuk dengan pikiran kami sendiri. Sibuk bertanya, siapakah perempuan tersebut? Apakah perempuan yang menumpang mobil dini hari tadi manusia atau bukan? Dan saat kami masih terdiam dengan berpuluh pertanyaan dalam pikiran, pisang yang dibawa perempuan tersebut masih tergeletak di bagian belakang mobil.

Comments

Popular posts from this blog

Contoh Soal Argumentative Text dan Kunci Jawabannya (Floating Breakfast)

Halo sahabat kebuncerita apa kabar? Pada kesempatan kali ini, kami akan memberikan contoh soal argumentative text . Contoh soal ini dapat kalian gunakan untuk melatih kemampuan membaca kalian ataupun dapat juga digunakan sebagai bahan latihan membaca murid di dalam kelas. Jangan lupa untuk mencantumkan sumbernya jika kalian ini menggunakan contoh soal reading ini.   Baca Juga:  Contoh Soal Narrative Text dan Kunci Jawabannya (The Man, The Boy and The Donkey) Baca Juga :  Contoh Soal Narrative Text dan Kunci Jawabannya (The Grasshoper and The Toad)   The floating breakfast via https://cococollection.com If you follow luxury resorts or travel influencers on Instagram, odds are good that you have seen at least one "floating breakfast." In case you are not familiar with them, here is what to know: they are your typical upscale hotel room service breakfast -- think toast, fruit, coffee, and the like -- served in a pool or hot tub instead of in bed. Usually, they a...

Batu Badaong || Maluku Folklore

Once there, in a village located in Tanimbar Island (Maluku), there lived a rich man with a wife and 2 children that had already been teenagers. The children were extremely spoiled by their father so that they became lazy conceited children. They lives were so dependent upon other people. There were a lot of servants at their home. One day, the father passed away. Instead of being more mature because of the fact that they had no longer their father around, they were getting more spoiled. Their attitude toward their servants were not getting better. They often said rude words, and because of that all servants in their home felt that they couldn’t stay longer. They felt that they couldn’t accept to be treated in that way. ( To read the st ory in Bahasa Indonesia  click here) Then one day, all the servant left the home. Knowing that she had no longer people that could help her, the mother now took care of all the job at the house. Cleaning, cooking, watering flower, washi...

The Legend of Putri Cermin Cina || Jambi Folklore (English Version)

This Folklore or Cerita Rakyat happened in a place in Jambi Province, Indonesia. The story tells about the life of Putri Cermin Cina. This story is written in English and to read story in Bahasa Indonesia please click here! Long time ago, there was a kingdom in Jambi that was ruled by a king named Sultan Mambang Matahari. Sultan Mambang Matahari had a son named Tuan Muda Selat and a daughter named Putri Cermin Cina. The son of the king was handsome but he was such a reckless boy while the daughter is beautiful. She had a white skin like a Chinese girl and because of the skin she had then she was call “Putri Cermin Cina”. One day, a well-known merchant visited the kingdom. That merchant name was Tuan Muda Senaning. He and his crews visited the kingdom because they had some trade business. The arrival of Tuan muda Senaning was welcome kindly by the king. The king then welcomed Tuan Muda Senaning with a banquette. Together with his son and his daughter, the king asked Tuan mu...