Hari
yang panas, matahari dengan ganasnya membuncahkan sinarnya ke dataran
berselimut atmosper yang sering disebut bumi. Di sudut kota di sebuah provinsi
Banten di bilangan Tangerang Selatan, dua sosok pria nan rupawan baru saja
memasuki ruang kantor mereka. Sebut saja mereka sebagai Aang, dan Zuko.
“Kreeeekkkkkk:
bunyi pintu kantor terbuka setengah ketika Zuko mendorongnya dari luar. Jaket
berbahan plastic berwarna merah masih menyelimuti tubuhnya. Zuko pun berjalan
menuju ruangan belakang sambil melepas jaketnya, meninggalkan pakaian putih
yang tersembunyi di dalamnya.
Aang,
sedang berkutat asyik dengan lembaran kertas di hadapannya. Matanya asyik
membaca baris demi baris kata yang tersusun di kertas tersebut. Sesekali
matanya melihat ke arah luar, memecahkan kejenuhan. Bunyi derap langkah kaki
mendekat dari arah belakang. Suara agak sedikit berat terdengar.
“Panas
banget ya, enak nih kalo minum es” kata suara yang tak lain adalah suara Zuko.
Matanya pun mengerling mengisyaratkan bahwa ia ingin membeli es seperti es yang
sedang dipegang oleh seorang wanita yang sedang duduk di depan.
Aang-pun
mengikuti kemana arah kerlingan mata itu. Pandangan terhenti pada seorang
wanita yang tak lain adalah Hinata, rekan kerjanya. Dilihatnya tangan Hinata
yang sedang memegang sebuah cup
berukuran sedang yang sebagian cup
tersebut masih tertutup plastic. Bibir Hinata dengan lincah menghisap lubang
sedotan.
“Huh?”
jawab Aang, “Yok lah”
Tanpa
banyak cakap, Aang meletakan lembaran kertas yang sedang ia pegang. Dengan
sigap, ia pun beranjak dari kursi yang ia duduki. Ia meraba kantong
belakanganya. Lekukan berbentuk persegi empat menandakan bahwa dompetnya ada di
saku tersebut.
“Kreeeeeeekkk”
bunyi itu pun terdengar kembali. Kali ini Zuko dan Aang mendorong pintu tersebut
dan mereka berjalan beriringan. Angin sepoi menyambut langkah mereka menuju
tempat dimana minuman tersebut dijual.
Jalanan
lebar yang ditumbuhi pohon mahoni di pinggirannya menyambut langkah mereka, membuat mereka tidak ingin mempercepat langkah mereka. Sembari berjalan, Aang membuka percakapan.
“Emang
kita mau beli minum apaan?”
“Itu
tuh yang Hinata minum tadi, Es cendol kan ya?” jawab Zuko yang lebih terdengar
seperti sebuah pernyataan yang membutuhkan jawaban
“Dimana
sih?” Tanya zuko lebih lanjut, langkah kakinya pun terheti demi meminta
kepastian dimana minuman yang dipercaya sebagai es cendol itu di beli
“Katanya
di deket “A**amidi” Zuko menjawab dengan tegas, dan penuh keyakinan
Aang
pun melanjutkan langkah kakinya sambal matanya dengan lincah melihat ke arah A**amidi
yang terletak tidak lebih 20 meter di depan. Matanya yang indah mencari
bapak-bapak penjual es cendol, tapi apa yang ia harapkan dapat ia jumpai
tetapi ternyata tidak ada.
“Serius
lu deket sini” tanya Aang gusar, takut ternyata mereka ditipu oleh Hinata
“Iya
, itu tuh. Tuh liat di bangunan itu” telunjuk Zuko mengarah pada bangunan dua
tingkat berwarna coklat tua dengan deretan mobil yang berjejer di depannya.
“Are
you sure, you want to buy that beverage here? Don’t you look at that? It is a
branded restaurant. It must be expensive” cecar Aang dengan Bahasa Inggris yang
mirip bule.
“Tenang,
ga mungkin harganya lebih dari sepuluh ribu” jawab Zuko sembari tangannya
merogoh saku celana bahan hitam yang ia kenakan. Setelah tangannya keluar dari
saku, terlihat tangannya menggenggam bundelan uang nominal dua ribu dan seribu
rupiah, yang setelah ia hitung jumlahnya tidak lebih dari sepuluh ribu rupiah.
“Ya,
kalo kurang lu yang bayarin dulu ya? Lu bawa duit kan” Zuko bertanya
“Mmmmmm………..hmmmmmmmmmmmmmmmm”
jawab Aang dengan tidak panjang lebar
Mereka
berdua pun tiba di halaman parkir restaurant tersebut. Mereka berjalan di
antara deretan mobil yang tidak begitu rapi terparkir. Sampai di pintu masuk,
mereka berniat untuk membuka pintu dengan mendorong ketika tiba-tiba pintu itu
terbuka dengan sendirinya.
Celingak-celinguk,
mereka pun menyadari bahwa pintu tersebut dibuka oleh seorang pramusaji yang
dengan ramah menyambut mereka berdua dengan kata-kata yang sangat indah sekali.
Zuko
berjalan ke kasir untuk bertanya, dan Aang berjalan mengekor di belakangnya.
Percakapan-pun dimulai
“Mmmm…….bisa
mesen es aja nggak?” Kata Zuko dengan percaya diri
“Bisa”
jawab sang kasir dengan lemah lembut penuh kasih sayang
“Oke
pesen dua ya”
“Baik”
jawab kasir tersebut dan “clik clik clik” bunyi mesin kasir terdengar ketika
jari kasir tersebut menari riang menghitung harga pesanan yang mereka pesan.
“Sreeeeeeeeeeeeeeeetttttttttttttttttttttttttt”
bunyi kertas bon tercetak dan kertas berukuran 12 x 4 cm tercetak. Belum sempat
mereka mengambil kertas tersebut. Sang kasir dengan riangnya berkata. “ Oke
jadi es teler dua , totalnya 55 ribu rupiah”
Zuko
pun pingsan dan dunia berahir (lol, )
Zuko
dan Aang pun berpandangan mata dengan gerkan dagu menelan ludah. Merke tidak
percaya dengan apa yang mereka dengan. 55 ribu untuk membeli 2 cups es. Aang dengan sigap mengeluarkan
dompet yang sudah mulai sobek di sana sini, dan mengeluarkan 2 lembar uang
berwarna biru dan coklat muda.
Kasir
tersebut tersenyum penuh kemenangan. “Uangnya pas ya” kata kasir tersebut
basa-basi. “Oke, silahkan tunggu disana” kata kasir tersebut menunjuk kursi
sofa berwarna coklat.
Zuko
pun dengan lunglai berjalan dan Aang dengan gontai menuju kursi tersebut.
Mereka menghempaskan diri ke sofa tersebut, dengan pikiran masih penuh dengan
ketidak-percayaan. Denagn penuh penyesalan. Dengan penuh ketidak percayaan
mendapati harga es yang diharapkan hanya seharga 8000 menjadi seharga 27.500
per cup nya. Pohon mahoni di luar
menggoyangkan daunnya seaakan tertawa melihat kebodohan dan nasib sial mereka
berdua.
_________________________________The
End_____________________________________
wkwkwk tekor deh beli es seharga 27k :D
ReplyDeleteHahahha, sial banget kan gan
DeleteLucu juga nih ...
ReplyDeleteNice info lah gan...
Pengin icip icip es telernya nih..
Kirimin ya.. :v :v
Mahal gan harganya bhahaha
Deletengakak abis .........oke sob, lansung save untuk bacaan
ReplyDeletebhahhahs
ReplyDeletenice info gan tapi es teler enak banget tuh jadi pingin beli
ReplyDeletewah mantaf
ReplyDelete