Note
Kisah ini dialami oleh salah satu murid penulis di sebuah Lembaga Bimbingan
Belajar di bilangan Pamulang. Semua nama tempat di cerita ini adalah benar
adanya. Cerita ini telah disetujui untuk diceritakan oleh yang bersangkutan.
"Penunggu" Rumah Tante || Part 2
"Penunggu" Rumah Tante || Part 2
November
2014, di minggu kedua. Hari itu hari sabtu pagi, aku, ibuku, adik dan bu’de
(bu’de adalah panggilan ku kepada sisten rumah tangga yang bekerja dirumah ku)
telah bersiap-siap untuk pergi ke rumah tante ku di daerah Harapan Indah.
Rumahku yang dikawasan Ciputat, mengharuskan ku untuk meniki moda transportasi
busway apabila aku hendak mengunjungi rumah tanteku tersebut.
Pukul
07.00 A.M
Kami
menaiki angkot DO1 yang mengantarkan ku ke shelter Busway terdekat yang
terletak di terminal stasiun Lebak Bulus yang sekarang telah dibongkar guna
pembangunan MRT. Tak lebih dari dua puluh menit, kami telah sampai di depan
terminal Busway tersebut. Perjalanan kami sedkit terhambat di daerah situ
gintung, dimana pada hari sabtu selalu ada pasar kaget yang berjualan di sepanjang
trotoar.
Sesampainya
di shelter Busway Lebak Bulus,kami pun turun setelah membayar ongkos kepada
supir. Kami harus menyebrang terlebih dahulu untuk mencapai shelter busway.
Setelah sampai di shelter busway, ibu membeli empat tiket untuk kita. Uang
lembaran duapuluh ribuan dikeluarkan dari dalam tasnya. Setelah mendapat tiket,
kamipun menunggu di shelter Busway. Kurang lebih dua puluh menit, waktu yang
kita habiskan sebelum bis panjang berwarna abu-abu datang dari arah kiri. Bus
tersebut bertuliskan Transjakarta.
Pukul
08.40 A.M
Bus
yang kami tumpangi berhenti di shelter Busway Harapan Indah. Kami pun langsung
turun dari Bus yang bertarf tidak lebih dari lima ribu rupiah tersebut. Kami
lantas menunggu angkutan umun selanjutnya yang akan mengantarkan kami ke pintu
gerbang komplek perumahan tante ku. Tak harus menunggu lama, angot berwarna
merah pun berhenti tepat di hadapan kami sembari sopir angkutan tersebut
mengatakan “Harapan Indah Lama”.
Pukul
09.00 A.M
Kami
telah sampai di pintu gerbang salah satu perumahan di harapan Indah Lama. Kami
berjalan ke dalam komplek tersebut berhenti di sebuah rumah bercat kuning
gading. Kami pun langsung menekan bel berwarna hitan yang terdapat gambar
lonceng di atas. Bunyi bel sama-samar terdebgar dari luar pintu gerbang rumah
tersebut. Tante ku langsung membuka pintu gerbang dan menyambut kami. Ia
langsung mengajak kami ke ruang keluarga yang sudah dipenuhi dengan aksesoris
balon dan pita. Di meja pun telah terdapat dua kue tart yang bertuliskan nama
adik perempuan ku dan nama anak tante. Aku pun, lantas membantu apa yang bisa
aku lakukan. Seperti meniup balon atau memasang dekorasi ulang tahun di ruang
keluarga. Acara perayaan ulang tahun sendiri direncanakan akan dimulai pukul
10.00 WIB.
Pukul
10.00 A.M
Perayaan
Ulang Tahun dimulai.
Pukul
15.10 A.M
Tamu
terahir sudah meninggalkan rumah tante. Tante, ibu dan bude pun langsung
membersihkan ruang keluarga, sedang aku mengambil gitar om dan bermain di ters
depan rumah. Aku hobi bermain gitar. Aku telah belajarmemainkan alat music yang
satu ini sejak aku berada di SMP. Sore itu, aku memainkan lagu “Now and
Forever.” Karena saking asiknya bermain, aku ikut bernyanyi lagu yang di
populerkan oleh Richard Marx. Aku bernyanyi dengan keras, rasanya waktu itu
suara yang aku keluarkan adalah suara terkeras yang mampu aku buat. Tiba-tiba
tetangga kami yang rumahnya di sebelah kanan rumah tante berteriak dari pagar
pembatas rumah yang tingginya tidak lebih dari 1 meter tersebut.
“Eh
tong” is berteriak dengan logat Betawi yang kental “Kalo main gitar jangan
keras-keras napa!”
Saat
itu aku sedikit tidak menghiraukan teriakan tetangga tante tersebut. Aku tetap
memetik senar gitar dan memacu suara ku ke level tertinggi.
“Eh
busyet yak, di omongin” teriaknya lagi “Lu ati-ati aja, ntar penunggu rumah
ngamuk baru tau rasa”
Kali
ini aku meneggok keaarah tetanggak tanteku tersebut sambil tersenyum masam.
Bukan tanpa alasan kali ini aku menggok ke arah wanita tersebut. Kata kata
terahir nya tersebut sedikit mengusik telinga ku. “Penunggu?” Tante tidak
pernah sebelumnya bercerita tentang penunggu rumahnya atau mungkin yang di
maksud “penunggu” tersebut adalah penunggu rumah di sebelah kiri rumah tante
yang memang sudah lama aku lihat kosong. Aku pun sekit bergidik dengan ucapan
tetangga kami, yang langsung masuk ke rumahnya setelah meneriakan peringatan
terahir tersebut. Aku pun tiba-tiba langsung melamun dan memandang halam rumah
tante yang banyak di tumbuhi bunga dan beberapa pohon sawo dan pohon jambu itu.
Entah kenapa, tiba-tiba pikiranku seperti dipaksa untuk fokus dengn kalimat
“penunggu”, lagu “Now and Forever” yang biasanya mampu membius oikiranku oun
kali ini seperti tidak berdaya dibuatnya.
“Aku
pun langsung masuk ke rumah dan meletakan gitar tersbut di sebelah TV flat
berukuran 32 inch di ruang keluarga.
Pukul
07.00 P.M
Setelah
makan malam bersama, aku langsung menonton TV. Aku duduk sendiri di ruang
keluara, karena semua anggota keluara dan bude lebih memilih untuk naik
kelantai dua. Aku pu mengambil beberapa makanan ringan di dapur yang terletak
bersebelahan dengan ruang keluarga.
Pukul
10.30 P.M
Aku
mematikan TV karena aku sudah bosan dengan acaranya yang tidak menarik. Aku
mengambil tab ku dan sedang memainkan game “Let’s get Rich” ketika aku
mendengar suara berdecit dari dapur. Aku mendengar dengan jelas malam itu,
karena memang suasa rumah yang sepi. Mungkin mereka yang berada di lantai dua
telah tidur. Aku mencoba mengabaikan suara-suara itu dengan menekan tombol
“volume up” di tab ku agar suara permainan yang dikeluarakan tablet berwarna
putih itu semakin keras.
“Krek
, krek , krek!”
Kali
ini aku mendengar suara yang lebih keras. Suara nya seperti suara handle pintu
yang sedang di Tarik. Aku mencoba mengabaikan juga suara itu. Aku menganggapnya
itu adalah suara angina yang datang dari halaman belakang rumah tante.
“Krek,
krek, krek!” suara itu muncul lagi. Kali ini aku melangkah ke dapur dan
menyalakan lampu yang memang aku telah padamkan tadi saat mengambil snack.
Suara
tersebut kemudian hilang. Aku memeriksa pintu dapur tante, dan pintu tersebut
telah terkunci. Aku pun kemudian kembali ke ruang keluarga dan kembali bermain
game monopoli tersebut.
Pukul
11.15 P.M
Aku
hampeir menamatkan level 7 game ini ketika aku mendegar suara pintu dapur di
gedor dengan keras. Aku tersentak dan langsung melihat ke arah ruangan dapur
yang gelap. Aku lalu menyalakan lampu dapur. Suara gedoran keras itu tiba tiba
hilang begitu saja. Kali ini karena sedikit takut, aku membiarkan lampu dapur
menyala. Aku tidak langsung bermain game setelahnya. Aku diam memandang kea rah
TV yang sudah mati tersebut. Suara jarum jam yang terletak di dinding di
belakang ku terdengar jelas, menambah kengerian malam itu. Aku pun kemudian
menyalakan.
“Krek,
krek , krek” suara handle pintu kembali lagi. Aku langsung menyalakan TV dan
membiarkan hidup tanpa aku melihatnya. Aku
kemudian mengambil laptop Merah ku dari dalam tas dan pergi ke ruang
tamu. Ruang Tamu tanteku menyatu langsung dengan ruang keluara, hanya dipisah
kan oleh lemari besar. Jadi aku tetap bisa melihat TV dari ruang tamu ini.
Pukul
11.45 PM
Aku
menonton film anime Jepang di Ruang Tamu sambil berbaring di sofa hitam tanteku
yang panjang nya melebihi panjang tubuhku. Laptop merahku aku letakan di meja
dengan jarak 40 cm dari sofa . jarak yang menurut ilmu fisika, jara aman saat
kita melihat sesuatu. Ya itu yang aku ingat. Aku mengunakan empat bantak sofa
sebagai penyaga tubuh. Suara handle pintu dapur telah berhenti.
“Krek”
kali ini aku mendengar suara pintu kamar mandi yang terbuat dari gypsum
terbuka. Dan melihat om ku meniki tangga menuju lantai dua. Aku pun
mengabaikan. Mungkin dia dari kamar mandi dan sedang sakit perut malam ini.
Sekitar
Lima belas menit kemudian, aku sudah merasa sangat mengantuk sekali. Kepla ku
kadang terantuk saat meonton film anime. TV di ruang keluara masih menanyangkan
film Hollywood. Aku kemudian menakan tombol spacebar di laptop dan tayangan
anime pun secara otmatis terhenti di laptop. Aku kemudian menempatkan dua
bantal sofa di kepalaku dan dua bantal lainnya aku letakan di sampingku.
Pukul
01.36 A.M
Entah
setelah berapa lama aku tertidur, aku tiba tiba terbangun. Tapi kali ini
sepertinya ada yang salah dengan posisi tidurku. Aku terbangun dengan ke adaan
tidur di lantai. Bukan di sofa, dan empat bantal sofa berserakan jauh di
lantai. Aku kemudian menekan tombol spacebar lagi di lapto. Layar laptop pun
menyala dan menunjukan pukul 01.36 AM dini hari. TV masih menyala dan masih
menanyangkan film. Entah Hollywood, atau film apa, aku tidak fokus. Aku lalu
menganbil bantal yang berserakan tersebut dan membaringkan tubuhku kembali ke
sofa hitam tersebut. Aku belum terlelap ketika aku mendengar teriakan anak
laki-laki yang samar-samar dari luar.
……………………………………….BERSAMBUNG…………………………………………
Comments
Post a Comment