Note
Kisah ini dialami oleh salah satu murid penulis di sebuah Lembaga Bimbingan
Belajar di bilangan Pamulang. Semua nama tempat di cerita ini adalah benar
adanya. Cerita ini telah disetujui untuk diceritakan oleh yang bersangkutan.
"Penunggu" Rumah Tante || Part 1
"Penunggu" Rumah Tante || Part 1
Pukul
01.36 A.M
Aku
mengacuhkan suara teriakan yang berasal dari luar rumah. Aku berpikir mungkin
itu anak anak remaja yang memang sering berkeliaran tengah malam. Lagi pula
teriakan itu terdengar samar, mungkin teriakan itu berasal dari tempat yang
berjarak 50 meter atau lebih dari rumah tante ku. Aku pun mencoba kembali menutup
mataku saat tiba-tiba
“Hoiiiiiiiiiiiiiiiiiii”
terikan itu terdengar kencang sekarang. Aku tersentak dan langsung duduk di
sofa. Jarak antara sofa dan jendela sekitar 3 meter, aku beringsut menuju
jendela untuk melihat siapakah yang berteriak malam-malam begini di luar rumah
tanteku.
Sambil
sesekali mengusap mataku yang masih terasa berat, aku mebuka gorden jendela
yang berwarna kuning gading tersebut. Aku mencoba memfokuskan pengelihatanku
karena halaman luar rumah tanteku yang hanya diterangi dengan lampu taman yang
berwarna kuning. Aku melihat tak ada apa-apa. Aku melihat ke sebelah kiri
taman, taka da apa-apa. Terus aku melihat ke sebelah kanan. Di saat irulah,
rasanya aku ingin berteriak dan berlari. Tapi apa daya, aku hanya bisa menganga
dan tubuhku cuma bisa bergetar ketakutan.
Tepat
di sebelah kanan taman, di bawah pohon jambu, aku melihat sesosok anak lelaki
yang tingginya mungkin tidak lebih tinggi dari ku sedang menatap tajam
kearahku. Baju yang dipakainya sobek disana sini dan memakai celana pendek.
Dengan bantuan lampu taman yang berwarna kuning tersebut aku melihat wajah anak
lelaki yang sangat mengerikan terssebut. Anak lelaki tersebut hanya memiliki wajah
setengah. Wajahnya sepeti terpotong secara diagonal, menyisakan satu mata saja.
Tak
ada yang bisa kulakukan kecuali hanya menatap tatapan matanya yang mengerikan
tersebut. Sosok itu tiba-tiba berjalan mendekatiku, sekujur tubuh ku kini
dibanjiri keringat yang aku rasakan sangat dingin. Aku dapat melihat langkahnya
yang sangat pelan menghampiriku dari pohon jambu tersebut. Semakin dekat ia
menghampiriku, semakin jelas aku lihat potongan wajahnya yang menyisakan daging
yang bergelayutan di potongan tersebut. Setelah berjalan beberapa langkah tiba
tiba sosok anak lelaki tersebut berhenti, kemudian ia berteriak. Teriakan yang
sama sebelum aku melihatnya tadi. Tiba-tiba dengan sekejap saja, sosok itu
menghilang. Akupun langsung terkulai lemas di samping jendela.
Entah
apa maksud penunggu tersebut, tidak lama setelah ia menghilang, terikan itu
kembali lagi. Akupun mengambil keempat bantal tadi dan menutup rapat telingaku,
bermaksud agar aku tak mendengar terika itu. Sialnya, setelah aku tutup muka
dan telingaku dengan bantal itu, suara itu seperti mendengung di telingaku.
Akupun
langsung berlari menuju ruan keluaraga dan membesarkan volume tivi dengan volum
yang sangat besar. Aku tidak memrhatikan siaran Telivisi tersebut. Suara televisi
yang sangat kencang tersebut menghilangkan sedikit ketakutanku. Aku pun mulai
menenangkan diri. Sesaat aku menyalakan tab yang aku tinggalkan tadi di sofa di
depan tivi dan melihat jam. Pukul 01:44 A.M.
Pukul
02.00 A.M.
Tiba-tiba
suara langkah kaki terdengar dari lantai dua. Aku menenggok ke arah tangga.
Tante ku turun kebawah sambil mengusap matanya.
“Ki,
suara Tivinya jangan kenceng-kenceng, udah malem. Kenceng banget itu” katanya
Aku
pun langsung mengecilkan suara Telivisi tersebut.
“Lagian
udah malem bukannya tidur malah masih nonton TV” lanjutnya. Kemudian ia menaiki
tangga lagi.
Aku
pun melanjutkan menonton telivisi. Aku mengatur alarm telivisi agar mati dengan
sendirinya setelah dua jam. Kemudian aku tidur di lantai beralaskan karpet di
depan telivisi. Aku ambil bantal tersebut. Aku tidak tahu aku tertidur pukul
berapa, tetapi saat aku terbangun jam sudah menunjukan pukul 05.00 A.M. Aku pun
baru menyadari tidak ada bantal di sampingku. Aku melihat kearah ruang tamu. Bantal
tersebut telah tertumpuk rapi di sofa hitam di ruangan tersebut.
Pukul
06.15 A.M
Tante
sedang sibuk di dapur bersama bude menyiapkan sarapan
“Bu
de, itu yang naro bantal di sofa bude ya?” kataku sambil menunjuk ke ruang tamu
Bude
pun hanya menggeleng dan berkatang “Bude belum beres-beres” katanya
Akupun
kemudian bertanya kepada tante
“Tante,
semalem om turun kebawah ya?” tanyaku
“Turun?
Nggak tuh emang kenapa? Tanyanya sambil sibuk mengolah masakan
“Nggak,
soalnya jam 12-an aku ngelihat Om keluar dari kamar mandi terus naik ke atas”
jelasku
“Keluar
dari kamar mandi? Ngapain ke kamar mandi bawah. Orang di kamar tante ada kamar
mandinya ko. Tuh tanya om sendiri” kata tante sambil menunjuk om yang sedang
menuruni tangga. Akupun langsung menanyainya
“Om,
semalem turun ke bawah?” tanyaku
“Jam
berapa? Kalo jam 7 ia, turun buat makan” katanya sambil tertawa
“Bukan
jam tujuh, tapi sekitar jam 12” kataku.
“Nggak
ah” katanya
Aku
pun terdiam
Tiba-tiba
tanteku nyeletuk
“Mungkin
kamu lagi diisengin” katannya
“Maksudnya
diisengin?” tanyaku
“Ya
diisengin ama penunggu rumah ini” jawab tanteku sekenanya
“Oiya
tante semalem pintu dapur bunyi-bunyi terus aku liat anak kecil di halaman
depan”kataku mengingat kembali kejadian semalam.
“Haha,
benerkan diisengin. Dulu temen om juga pernah diisengin waktu nginep di sini.
Dia nginep tidur di ruang tamu. Pas bangun tubuhnya biru biru semua kaya lebam.
Katanya orang-orang si dia dicubit setan” Jelas om ku panjang lebar
“Makanya
jangan aneh-aneh” lanjutnya
Akupun
terhenyak. Aku teringat perkataan tetanggaku sehari yang lalu kalo rumah
tanteku tersebut ada penunggunya. Lantas, mengapa penunggu tersebut menggangguku
semalam, dan kenapa om ku berkata untuk jangan “aneh-aneh?” Akupun teringat
juga permainan gitar ku dan nyayianku yang sangat keras kemarin. Apakah hal itu
“mereka” anggap aneh? Entahlah.
…………………………………………………...............TAMAT……………………………….............…………….
Comments
Post a Comment